Ada 1.000.000 pembaca Rss Feed sudah bergabung, Sudahkah anda?

Berbagi Kebaikan Untuk Kemaslahatan Ummat

Rabu, 25 Juli 2012

Bebarapa Masalah Berkaitan Dengan Ramadhan


1. Berpuasa tapi tidak shalat
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang -semoga Allah menunjukinya- mungkin ia berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan Ramadhan saja. Orang seperti ini puasanya tidak berguna baginya, juga hajinya maupun zakatnya. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang tanpanya Islam tidak akan tegak.
Barangsiapa berpuasa tetapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun Islam terpenting setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah z).

Jabir radhiallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Tentang keputusanNya terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman, artinya: "Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqaan: 23).

Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan tidak karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya bagai debu yang beterbangan.

Adapun meninggalkan shalat berjama'ah atau mengakhirkan shalat dari waktunya, maka perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai ancaman yang keras. Allah berfirman, artinya: "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya." (Al-Ma'un: 4-5).

Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu.
Nabi Muhammad tidak mengizinkan orang buta (Abdullah bin Ummi Maktum) yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid untuk shalat (wajib lima waktu) di rumah, bagaimana pula halnya dengan orang yang matanya awas dan sehat yang tidak ada halangan baginya?
Berpuasa tetapi meninggalkan shalat atau tidak shalat berjama'ah adalah pertanda nyata bahwa ia berpuasa itu tidak karena mentaati perintah Allah. Jika tidak, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan yang lain. (Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Risalah Ramadhan, Al-Sofwa Jakarta, cetakan II, 1419H/ 1998M, hal 93-95).
 
2.Masalah membatalkan puasa tanpa ada 'udzur syar'i
Ada ancaman berat dari Nabi Muhammad  atas orang yang membatalkan puasa Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan dalam agama. Nabi  bersabda:
"Ketika aku tidur, datanglah dua lelaki lalu memegang dua lenganku, lalu membawaku ke gunung yang terjal, maka keduanya berkata: 'Naiklah.' Aku jawab; 'Aku tidak dapat naik.' Lalu keduanya berkata: 'Kami akan memudahkanmu naik.' Maka akupun naik. Baru saja aku di atas gunung tiba-tiba aku dengar suara yang keras. Akupun bertanya: 'Suara apakah ini?' Keduanya menjawab: 'Ini adalah jeritan penghuni neraka.' Kemudian keduanya membawaku, tiba-tiba aku berada pada suatu kaum yang digantung, kakinya di atas, mulut-mulut mereka robek, mulut-mulut mereka mengalirkan darah. Nabi berkata: Aku bertanya: 'Siapakah mereka itu?' Lelaki itu menjawab: 'Orang-orang yang berbuka sebelum waktunya.'" (Hadits Riwayat An-Nasaa'i dalam Al-Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (4/166) dan Ibnu Hibban (no 1800-zawaidnya) dan Al-Hakim (1/430) dari jalan Abdur Rahman bin Yazid bin Jabir, dari Salim bin Amir, dari Abu Umamah, sanad-nya shahih.)

3. Masalah Hadits-hadits dha'if (lemah) tentang Ramadhan yang tersebar
Hadits-hadits dha'if yang tersebar dan disampaikan di kalangan ummat pada Bulan Ramadhan di antaranya:
1. "Seandainya hamba-hamba tahu apa yang ada di bulan Ramadhan pasti ummatku akan berangan-angan agar Ramadhan itu jadi satu tahun seluruhnya, sesungguhnya Surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya...." hadits ini panjang.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1886) dan dinukil oleh Ibnul Jauzi dalam Kitabul Maudhu'at (Kitab tentang Hadits-hadits palsu, 2/188-189) dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al-Muthalibul Aaliyah (Bab A-B/ manuskrip) dari jalan Jabir bin Burdah, dari Abi Mas'ud Al-Ghifari.
Hadits ini Maudhu' (palsu), cacatnya pada Jabir bin Ayyub, riwayat hidupnya dinukil Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan (2/101) dan (beliau) berkata: "Terkenal dengan kelemahan (dha'if)" beliau juga menukil ucapan Abu Nu'aim tentangnya: "Dia itu suka memalsukan hadits". Al-Bukhari juga berkata: "Haditsnya tertolak", dan menurut An-Nasai, "matruk" (ditinggalkan/tidak dipakai haditsnya)"!!

2. "Wahai manusia sungguh telah datang pada kalian bulan yang agung, bulan yang di dalamnya ada malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasanya sebagai kewajiban, dan shalat malamnya sebagai sunnat. Barangsiapa mendekatkan diri di dalamnya dengan suatu perkara kebaikan maka dia seperti orang yang menunaikan suatu kewajiban pada bulan lainnya.. dialah bulan yang awalnya itu rahmat, pertengahannya itu maghfirah/ampunan, dan akhirnya itu 'itqun minan naar/bebas dari neraka.." sampai selesai.

Dua murid terpercaya Syeikh Al-Bani (wafat 2 Oktober 1999) yakni Syeikh Ali Hasan dan Syeikh Al-Hilaly mengemukakan, hadits itu juga panjang dan dicukupkan dengan membawakan perkataan ulama yang paling masyhur.
Menurut murid ahli hadits ini, hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah juga, (no. 1887), dan Al-Muhamili di dalam Amali-nya (no 293) dan Al-Ashbahani di dalam At-Targhib (Q/178, B/ manuskrip) dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari Sa'id bin Al-Musayyib dari Salman.
Hadits ini, menurut dua murid ulama Hadits tersebut, sanadnya dhaif (lemah) karena lemahnya Ali bin Zaid. Ibnu Sa'ad berkata: "Di dalamnya ada kelemahan dan jangan berhujjah dengannya," dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, "Tidak kuat". Ibnu Ma'in berkata: "Dha'if." Ibnu Abi Khaitsamah berkata: "Lemah di segala segi", dan Ibnu Khuzaimah berkata: "Jangan berhujjah dengan hadits ini karena jelek hafalannya." demikianlah di dalam Tahdzibut Tahdzib (7/322-323).

3. "Berpuasalah maka kamu sekalian sehat."
Hadits tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam Al-Kamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Said, dari ad-Dhahhak, dari Ibnu Abbas.
Nahsyal itu termasuk yang ditinggal (tidak dipakai) karena dia pendusta, sedang Ad-Dhahhaak tidak mendengar dari Ibnu Abbas.
Dan diriwayatkan oleh at-Thabrani di dalam Al-Ausath (1/Q, 69/ Al-Majma'ul Bahrain) dan Abu Na'im di dalam At-Thibbun Nabawi, dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud, dari Zuhai bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih, dari Abi Hurairah. Sanadnya dha'if (lemah). (Berpuasa menurut Sunnah Rasulullah  , hal. 84).
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Karena Hidup Hanya Sekali ...


Seberat apapun beban hidup kita hari ini ...
Sekuat apapun godaan yang harus kita hadapi…..
Sekokoh apapun cobaan yang harus kita jalani….
Sebesar apapun kegagalan yang kita rasai……
Sejenuh apapun hari-hari kita lalui…….

Jangan pernah berhenti berharap pada pertolongan Ilahi ...
Jangan pernah berhenti berdoa kepada Rabbi
Karena harapan adalah masa depan
Karena harapan adalah sumber kekuatan
Karena doa adalah pintu kebaikan
Karena doa adalah senjata orang beriman.

Kita mungkin pernah merasakan betapa tidak berartinya
hidup ini, jenuh dan membosankan. Kita seperti manusia yang tidak ada gunanya lagi hidup di dunia. Hari-hari yang kita lalui hampa tiada arti.
Kegagalan kita temui disana-sini. Cobaan dan rintangan kita hadapi tiada henti.
Beban hidup tarasa berat menjerat. Bagi mereka yang tidak punya iman, mengakhiri hidup yang indah ini seringkali menjadi pilihan.

Hidup ini hanya sekali, terlalu indah untuk kita buat sia-sia, karena memang Allah menciptakan makhluknya tidak untuk sia-sia.
Betapa bahagianya hidup ini bila kita jalani dengan penuh semangat dan optimisme yang tinggi.
Betapa indahnya hidup ini bila hari-hari kita jalani dengan senyum kebahagiaan dan sikap positif memandang masa depan.
Betapa sejuknya bila kita sabar menghadapi setiap permasalahan, kemudian kita berusaha
memecahkannya dan mengambil ibroh dari setiap kejadiaan.

Sebuah pakupun akan menghadapi masalah pada tubuhnya bila tidak tepat menempatkan diri. Bila ia terletak di tanah basah, suatu saat ia akan berkarat, tidak memiliki guna, terinjak, bahkan mungkin suatu saat akan terkubur bersama karat yang menyelimutinya. Tapi bila kita bisa menempatkannya di tempat yang tepat, kita tancapkan pada sebuah dinding, walaupun ia berkarat, paku itu berguna bagi manusia. Sebagai penyangga, tempat gantungan, atau sebagai penyatu berbagai benda.
Begitu pula kehidupan manusia. Bila kita tidak tepat menempatkan diri
kita, tidak sadar siapa diri kita, tidak tahu untuk apa kita di dunia, kita
hanyalah seonggok jasad hidup yang terlunta-lunta.
Bila kita tidak memanfaatkan potensi yang ada, selalu memandang negatif setiap
peristiwa, membiarkan diri berlumur dosa, bahkan tidak tahu dengan Sang Pencipta, kita adalah makhluk hidup yang tidak berguna. Kemudian hidup ini pun terasa berat untuk kita lalui.

Masalah dan cobaan adalah bunga kehidupan orang-orang beriman.
Kembalilah kepada Tuhan bila kita menghadapinya agar kita tenang.
Lihat, apakah kita sudah tepat menempatkan diri.
Jangan menjadi paku yang terletak di tanah basah.
Tapi jadilah paku yang dapat menyangga kehidupan manusia.
Walaupun kecil, tanpa paku itu sebuah bangunan besar tidak akan pernah berdiri
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Selasa, 24 Juli 2012

Persinggahan Ramadhan

Saudaraku!
“Hiduplah engkau di dunia ini seperti orang asing atau seorang yang melintas sebuah jalan” (HR. al-Bukhori).
 Begitulah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengilustrasikan hidup ini sebagai sebuah perjalanan. Roda kehidupan ini terus berputar dan  bergelinding tanpa henti, yang lalu tak akan pernah kembali, bahkan detik ini pun sudah pasti akan meningggalkan kita sesaat ketika detik berikutnya telah sampai.
Tapi perjalanan panjang juga membutuhkan persinggahan untuk berhenti. Di saat sang musafir berhenti, banyak hal yang bisa dilakukan selain sekedar untuk melepas lelah, memberikan hak badan untuk sejenak beristirahat. Pada saat yang sesaat inilah, ia dapat menyusun rencana dan strategi baru, melakukan muhasabah terhadap perjalanan yang telah dilalui, mengumpulkan spirit dan semangat yang mungkin telah berkurang, menata diri untuk lebih siap dan tahan banting menghadapi situasi dan kondisi yang mungkin tak terduga. Itulah sebabnya kenapa seorang yang banyak melakukan dan merasakan asam garam perjalanan, biasanya lebih dapat bertahan dalam menghadapi kondisi hidup yang sangat sulit sekalipun. Dalam sebuah bait sya’ir, Imam Syafi’i pernah berkata: “Berjalanlah niscaya akan engkau dapatkan pengganti apa yang engkau tinggalkan, berletih-letihlah  karena sungguh nikmat hidup terasa dalam keletihan”(Diwan Syafi’i, Da’wah ila al-tanaqqul wa al-tirhal 1/3) ).
Saudaraku!
Begitu juga dengan ibadah, ia ibarat rentetan perjalanan jauh yang membutuhkan mujahadah yang tinggi dan nafas panjang. Sebab ibadah yang berkwalitas adalah ibadah yang jauh dari sekedar melaksanakan rutinitas belaka serta menggugurkan tanggung jawab kita sebagai seorang mukallaf. Disadari, terkadang rutinitas ibadah justru menghilangkan sentuhan makna ruhaniyah yang terkandung di dalamnya, ia melahirkan kejenuhan, sehingga pelaksanaannya terkesan seadanya tanpa meninggalkan bekas yang berarti. Padahal setiap kita dituntut untuk memelihara identitas keislaman kita secara utuh, secara konsisten hingga ajal menjemput. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang keyakinan (kematian)” (QS al-Hijr: 99), semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang terus berusaha menjaga keshalehan hingga desahan nafas yang terakhir.
Saudaraku!
Di saat dilanda kejenuhan inilah, seorang hamba perlu untuk singgah sejenak, berhenti sesaat, menghadirkan semangat baru, menghadirkan sentuhan keimanan yang mungkin telah kendur, bahkan mungkin terkikis tajam hingga hampir tak tersisa, berusaha menata kembali formasi keshalehan walau sebentar, mungkin seperti ungkapan sahabat yang mulia Muadz bin Jabal Radhiyallahu’anhu : “Mari sejenak kita beriman” (Disebutkan oleh al-Bukhori dalam muqaddimah Kitab al-Iman dari Shahih al-Bukhari)
Saudaraku!
Hampir tak terasa perjalanan setahun mengantarkan kita untuk sampai di dekat sebuah persinggahan imaniyah tahunan, persinggahan yang sangat dinantikan oleh setiap muslim, pecandu dan penikmat ibadah, perindu malam-malam munajat, yang melahirkan kerinduan yang tak terhingga akan nikmat syurga Ilahi serta menghadirkan rasa takut akan adzab dan siksa neraka. Hari-harinya diisi dengan shiyam, mengekang gejolak syahwat perut dan hasrat seksual manusiawi, menahan dahaga walaupun terik matahari siang begitu melelahkan. Malam-malamnya tak kala syahdu, lantunan-lantunan kalam Ilahi menggetarkan jagad raya lewat tilawah dan qiyam, do’a mengalir laksana air mengalir tak henti memohon kebaikan duniawi dan ukhrowi.  Bahkan tidurpun begitu nikmat karena menunggu jeda kegembiraan yang tak terukur. Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Bila malam pertama Ramadhan tiba, syetan-syetan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak satupun yang dibuka, pintu-pintu syurga dibuka dan tidak satupun yang ditutup. Di saat itu terdengar seruan: “wahai perindu kebaikan! Hadir dan datanglah!, wahai pencinta kejahatan! Pergi dan menjauhlah!” (HR. Ibnu Majah no. 1646 disahihkan oleh al-Bani).
Saudaraku!
Di persinggahan ini kita diajak membuka mata dan hati, meilhat di sekeliling kita, ternyata kita hidup tidak sendiri.  Begitu banyak saudara-saudara kita yang perlu untuk dibantu dan ditolong untuk memaknai hidup agar lebih berarti. Di persinggahan ini kita dianjurkan untuk banyak berbagi, berbelas kasih bersama kaum fakir dan miskin walaupun hanya dengan seteguk air dan sepotong kue. Percayalah sobatku! Di persinggahan ini kita mampu menyelami lautan makna sabda Rasulullah : “Perumpamaan orang-orang beriman dalam rasa cinta, tolong menolong, kasih sayang di antara mereka ibarat satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh tersebut merasa sakit maka bagian yang lain juga merasakan sakit tersebut sehingga tak dapat tidur dan mengalami demam” (HR. Muslim no. 6751)
Bayangkanlah wahai saudaraku! Kalau seandainya si fakir yang terus menerus menahan perih kelaparan, si miskin yang serba kekurangan, si yatim yang merindukan belaian kasih sayang ayah dan ibu, si janda yang butuh perlindungan seorang suami, itu adalah diri kita, kita berada dalam posisi mereka, sungguh hati ini begitu gembira tak kala ada  sesama yang peduli dan berbagi. Wajarlah, jika baginda Nabi berubah menjadi orang yang paling dermawan di persinggahan ini.
Saudaraku!
Persinggahan ini juga mengajarkan kepada kita bahwa kita harus berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan itu begitu jelas nyata di persinggahan ini, semuanya tiba-tiba berubah. Pola makan minum, gaya hidup, bahkan kwalitas ketaatan kepada Allah juga mengalami perubahan yang sangat drastis.  Pola hidup yang serba glamour dapat dirubah menjadi hidup lebih sederhana, sifat ketamakan dan kerakusan dapat dirubah menjadi kesyukuran dengan sifat qona’ah (merasa cukup dengan apa yang diberikan oleh Allah). Sifat keangkuhan dapat dirubah dengan sifat tawadhu’ dan rendah diri. Jauh dari tuntunan agama dapat dirubah menjadi ketaatan walaupun setahap demi setahap.
Tidak ada yang mustahil bagi Allah saudaraku!, semuanya dapat dirubah dengan idzin dan taufik-Nya. Tinggallah kita mau memanfaatkan momentum perubahan ini atau tidak. Hidup  akan lebih indah dan bermakna kalau disertai tekad untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Saudaraku!
Ketahuilah, bahwa persinggahan ini hanya berbilang hari, persinggahan ini hanya sebentar dibandingkan perjalanan setahun, hanya sesaat dibandingkan usia yang diberikan oleh Allah kepada kita. Entah, kita tidak dapat memastikan, apakah tahun depan kita dapat sampai lagi di persinggahan ini atau tidak?. Cuma Allah Yang Maha Tahu.
Benar, wahai saudaraku! persinggahan ini adalah persinggahan Ramadhan, bulan mulia penuh berkah, ampunan dan rahmat.
Ya Allah sampaikanlah kami untuk merasakan nikmatnya karunia Ramadhan, kuatkanlah kami untuk dapat melaksanakan tuntunan-Mu di bulan yang engkau ridhai ini.
Ya Allah jadikanlah bulan ini menjadi persinggahan kami yang paling berarti, jangan Engkau jadikan kami menjadi orang yang lalai di detik-detik mulia nan berharga ini. Amin.
Awal Sya’ban 1430 H.
Ahdy al-Makassary
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook