Ada 1.000.000 pembaca Rss Feed sudah bergabung, Sudahkah anda?

khazanatulisl@m

Berbagi Kebaikan Untuk Kemaslahatan Ummat

Rabu, 25 Juli 2012

Bebarapa Masalah Berkaitan Dengan Ramadhan


1. Berpuasa tapi tidak shalat
Perlu diingat, bahwa ada sebagian orang -semoga Allah menunjukinya- mungkin ia berpuasa tetapi tidak shalat, atau hanya shalat pada bulan Ramadhan saja. Orang seperti ini puasanya tidak berguna baginya, juga hajinya maupun zakatnya. Karena shalat adalah sendi agama Islam yang tanpanya Islam tidak akan tegak.
Barangsiapa berpuasa tetapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun Islam terpenting setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir." (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah z).

Jabir radhiallahu anhu meriwayatkan, Rasulullah Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda:
"(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Tentang keputusanNya terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman, artinya: "Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqaan: 23).

Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan tidak karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya bagai debu yang beterbangan.

Adapun meninggalkan shalat berjama'ah atau mengakhirkan shalat dari waktunya, maka perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai ancaman yang keras. Allah berfirman, artinya: "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya." (Al-Ma'un: 4-5).

Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu.
Nabi Muhammad tidak mengizinkan orang buta (Abdullah bin Ummi Maktum) yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid untuk shalat (wajib lima waktu) di rumah, bagaimana pula halnya dengan orang yang matanya awas dan sehat yang tidak ada halangan baginya?
Berpuasa tetapi meninggalkan shalat atau tidak shalat berjama'ah adalah pertanda nyata bahwa ia berpuasa itu tidak karena mentaati perintah Allah. Jika tidak, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan yang lain. (Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Risalah Ramadhan, Al-Sofwa Jakarta, cetakan II, 1419H/ 1998M, hal 93-95).
 
2.Masalah membatalkan puasa tanpa ada 'udzur syar'i
Ada ancaman berat dari Nabi Muhammad  atas orang yang membatalkan puasa Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan dalam agama. Nabi  bersabda:
"Ketika aku tidur, datanglah dua lelaki lalu memegang dua lenganku, lalu membawaku ke gunung yang terjal, maka keduanya berkata: 'Naiklah.' Aku jawab; 'Aku tidak dapat naik.' Lalu keduanya berkata: 'Kami akan memudahkanmu naik.' Maka akupun naik. Baru saja aku di atas gunung tiba-tiba aku dengar suara yang keras. Akupun bertanya: 'Suara apakah ini?' Keduanya menjawab: 'Ini adalah jeritan penghuni neraka.' Kemudian keduanya membawaku, tiba-tiba aku berada pada suatu kaum yang digantung, kakinya di atas, mulut-mulut mereka robek, mulut-mulut mereka mengalirkan darah. Nabi berkata: Aku bertanya: 'Siapakah mereka itu?' Lelaki itu menjawab: 'Orang-orang yang berbuka sebelum waktunya.'" (Hadits Riwayat An-Nasaa'i dalam Al-Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf (4/166) dan Ibnu Hibban (no 1800-zawaidnya) dan Al-Hakim (1/430) dari jalan Abdur Rahman bin Yazid bin Jabir, dari Salim bin Amir, dari Abu Umamah, sanad-nya shahih.)

3. Masalah Hadits-hadits dha'if (lemah) tentang Ramadhan yang tersebar
Hadits-hadits dha'if yang tersebar dan disampaikan di kalangan ummat pada Bulan Ramadhan di antaranya:
1. "Seandainya hamba-hamba tahu apa yang ada di bulan Ramadhan pasti ummatku akan berangan-angan agar Ramadhan itu jadi satu tahun seluruhnya, sesungguhnya Surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya...." hadits ini panjang.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no. 1886) dan dinukil oleh Ibnul Jauzi dalam Kitabul Maudhu'at (Kitab tentang Hadits-hadits palsu, 2/188-189) dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al-Muthalibul Aaliyah (Bab A-B/ manuskrip) dari jalan Jabir bin Burdah, dari Abi Mas'ud Al-Ghifari.
Hadits ini Maudhu' (palsu), cacatnya pada Jabir bin Ayyub, riwayat hidupnya dinukil Ibnu Hajar dalam Lisanul Mizan (2/101) dan (beliau) berkata: "Terkenal dengan kelemahan (dha'if)" beliau juga menukil ucapan Abu Nu'aim tentangnya: "Dia itu suka memalsukan hadits". Al-Bukhari juga berkata: "Haditsnya tertolak", dan menurut An-Nasai, "matruk" (ditinggalkan/tidak dipakai haditsnya)"!!

2. "Wahai manusia sungguh telah datang pada kalian bulan yang agung, bulan yang di dalamnya ada malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasanya sebagai kewajiban, dan shalat malamnya sebagai sunnat. Barangsiapa mendekatkan diri di dalamnya dengan suatu perkara kebaikan maka dia seperti orang yang menunaikan suatu kewajiban pada bulan lainnya.. dialah bulan yang awalnya itu rahmat, pertengahannya itu maghfirah/ampunan, dan akhirnya itu 'itqun minan naar/bebas dari neraka.." sampai selesai.

Dua murid terpercaya Syeikh Al-Bani (wafat 2 Oktober 1999) yakni Syeikh Ali Hasan dan Syeikh Al-Hilaly mengemukakan, hadits itu juga panjang dan dicukupkan dengan membawakan perkataan ulama yang paling masyhur.
Menurut murid ahli hadits ini, hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah juga, (no. 1887), dan Al-Muhamili di dalam Amali-nya (no 293) dan Al-Ashbahani di dalam At-Targhib (Q/178, B/ manuskrip) dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari Sa'id bin Al-Musayyib dari Salman.
Hadits ini, menurut dua murid ulama Hadits tersebut, sanadnya dhaif (lemah) karena lemahnya Ali bin Zaid. Ibnu Sa'ad berkata: "Di dalamnya ada kelemahan dan jangan berhujjah dengannya," dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, "Tidak kuat". Ibnu Ma'in berkata: "Dha'if." Ibnu Abi Khaitsamah berkata: "Lemah di segala segi", dan Ibnu Khuzaimah berkata: "Jangan berhujjah dengan hadits ini karena jelek hafalannya." demikianlah di dalam Tahdzibut Tahdzib (7/322-323).

3. "Berpuasalah maka kamu sekalian sehat."
Hadits tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam Al-Kamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Said, dari ad-Dhahhak, dari Ibnu Abbas.
Nahsyal itu termasuk yang ditinggal (tidak dipakai) karena dia pendusta, sedang Ad-Dhahhaak tidak mendengar dari Ibnu Abbas.
Dan diriwayatkan oleh at-Thabrani di dalam Al-Ausath (1/Q, 69/ Al-Majma'ul Bahrain) dan Abu Na'im di dalam At-Thibbun Nabawi, dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud, dari Zuhai bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih, dari Abi Hurairah. Sanadnya dha'if (lemah). (Berpuasa menurut Sunnah Rasulullah  , hal. 84).
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Karena Hidup Hanya Sekali ...


Seberat apapun beban hidup kita hari ini ...
Sekuat apapun godaan yang harus kita hadapi…..
Sekokoh apapun cobaan yang harus kita jalani….
Sebesar apapun kegagalan yang kita rasai……
Sejenuh apapun hari-hari kita lalui…….

Jangan pernah berhenti berharap pada pertolongan Ilahi ...
Jangan pernah berhenti berdoa kepada Rabbi
Karena harapan adalah masa depan
Karena harapan adalah sumber kekuatan
Karena doa adalah pintu kebaikan
Karena doa adalah senjata orang beriman.

Kita mungkin pernah merasakan betapa tidak berartinya
hidup ini, jenuh dan membosankan. Kita seperti manusia yang tidak ada gunanya lagi hidup di dunia. Hari-hari yang kita lalui hampa tiada arti.
Kegagalan kita temui disana-sini. Cobaan dan rintangan kita hadapi tiada henti.
Beban hidup tarasa berat menjerat. Bagi mereka yang tidak punya iman, mengakhiri hidup yang indah ini seringkali menjadi pilihan.

Hidup ini hanya sekali, terlalu indah untuk kita buat sia-sia, karena memang Allah menciptakan makhluknya tidak untuk sia-sia.
Betapa bahagianya hidup ini bila kita jalani dengan penuh semangat dan optimisme yang tinggi.
Betapa indahnya hidup ini bila hari-hari kita jalani dengan senyum kebahagiaan dan sikap positif memandang masa depan.
Betapa sejuknya bila kita sabar menghadapi setiap permasalahan, kemudian kita berusaha
memecahkannya dan mengambil ibroh dari setiap kejadiaan.

Sebuah pakupun akan menghadapi masalah pada tubuhnya bila tidak tepat menempatkan diri. Bila ia terletak di tanah basah, suatu saat ia akan berkarat, tidak memiliki guna, terinjak, bahkan mungkin suatu saat akan terkubur bersama karat yang menyelimutinya. Tapi bila kita bisa menempatkannya di tempat yang tepat, kita tancapkan pada sebuah dinding, walaupun ia berkarat, paku itu berguna bagi manusia. Sebagai penyangga, tempat gantungan, atau sebagai penyatu berbagai benda.
Begitu pula kehidupan manusia. Bila kita tidak tepat menempatkan diri
kita, tidak sadar siapa diri kita, tidak tahu untuk apa kita di dunia, kita
hanyalah seonggok jasad hidup yang terlunta-lunta.
Bila kita tidak memanfaatkan potensi yang ada, selalu memandang negatif setiap
peristiwa, membiarkan diri berlumur dosa, bahkan tidak tahu dengan Sang Pencipta, kita adalah makhluk hidup yang tidak berguna. Kemudian hidup ini pun terasa berat untuk kita lalui.

Masalah dan cobaan adalah bunga kehidupan orang-orang beriman.
Kembalilah kepada Tuhan bila kita menghadapinya agar kita tenang.
Lihat, apakah kita sudah tepat menempatkan diri.
Jangan menjadi paku yang terletak di tanah basah.
Tapi jadilah paku yang dapat menyangga kehidupan manusia.
Walaupun kecil, tanpa paku itu sebuah bangunan besar tidak akan pernah berdiri
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Selasa, 24 Juli 2012

Persinggahan Ramadhan

Saudaraku!
“Hiduplah engkau di dunia ini seperti orang asing atau seorang yang melintas sebuah jalan” (HR. al-Bukhori).
 Begitulah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengilustrasikan hidup ini sebagai sebuah perjalanan. Roda kehidupan ini terus berputar dan  bergelinding tanpa henti, yang lalu tak akan pernah kembali, bahkan detik ini pun sudah pasti akan meningggalkan kita sesaat ketika detik berikutnya telah sampai.
Tapi perjalanan panjang juga membutuhkan persinggahan untuk berhenti. Di saat sang musafir berhenti, banyak hal yang bisa dilakukan selain sekedar untuk melepas lelah, memberikan hak badan untuk sejenak beristirahat. Pada saat yang sesaat inilah, ia dapat menyusun rencana dan strategi baru, melakukan muhasabah terhadap perjalanan yang telah dilalui, mengumpulkan spirit dan semangat yang mungkin telah berkurang, menata diri untuk lebih siap dan tahan banting menghadapi situasi dan kondisi yang mungkin tak terduga. Itulah sebabnya kenapa seorang yang banyak melakukan dan merasakan asam garam perjalanan, biasanya lebih dapat bertahan dalam menghadapi kondisi hidup yang sangat sulit sekalipun. Dalam sebuah bait sya’ir, Imam Syafi’i pernah berkata: “Berjalanlah niscaya akan engkau dapatkan pengganti apa yang engkau tinggalkan, berletih-letihlah  karena sungguh nikmat hidup terasa dalam keletihan”(Diwan Syafi’i, Da’wah ila al-tanaqqul wa al-tirhal 1/3) ).
Saudaraku!
Begitu juga dengan ibadah, ia ibarat rentetan perjalanan jauh yang membutuhkan mujahadah yang tinggi dan nafas panjang. Sebab ibadah yang berkwalitas adalah ibadah yang jauh dari sekedar melaksanakan rutinitas belaka serta menggugurkan tanggung jawab kita sebagai seorang mukallaf. Disadari, terkadang rutinitas ibadah justru menghilangkan sentuhan makna ruhaniyah yang terkandung di dalamnya, ia melahirkan kejenuhan, sehingga pelaksanaannya terkesan seadanya tanpa meninggalkan bekas yang berarti. Padahal setiap kita dituntut untuk memelihara identitas keislaman kita secara utuh, secara konsisten hingga ajal menjemput. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang keyakinan (kematian)” (QS al-Hijr: 99), semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang terus berusaha menjaga keshalehan hingga desahan nafas yang terakhir.
Saudaraku!
Di saat dilanda kejenuhan inilah, seorang hamba perlu untuk singgah sejenak, berhenti sesaat, menghadirkan semangat baru, menghadirkan sentuhan keimanan yang mungkin telah kendur, bahkan mungkin terkikis tajam hingga hampir tak tersisa, berusaha menata kembali formasi keshalehan walau sebentar, mungkin seperti ungkapan sahabat yang mulia Muadz bin Jabal Radhiyallahu’anhu : “Mari sejenak kita beriman” (Disebutkan oleh al-Bukhori dalam muqaddimah Kitab al-Iman dari Shahih al-Bukhari)
Saudaraku!
Hampir tak terasa perjalanan setahun mengantarkan kita untuk sampai di dekat sebuah persinggahan imaniyah tahunan, persinggahan yang sangat dinantikan oleh setiap muslim, pecandu dan penikmat ibadah, perindu malam-malam munajat, yang melahirkan kerinduan yang tak terhingga akan nikmat syurga Ilahi serta menghadirkan rasa takut akan adzab dan siksa neraka. Hari-harinya diisi dengan shiyam, mengekang gejolak syahwat perut dan hasrat seksual manusiawi, menahan dahaga walaupun terik matahari siang begitu melelahkan. Malam-malamnya tak kala syahdu, lantunan-lantunan kalam Ilahi menggetarkan jagad raya lewat tilawah dan qiyam, do’a mengalir laksana air mengalir tak henti memohon kebaikan duniawi dan ukhrowi.  Bahkan tidurpun begitu nikmat karena menunggu jeda kegembiraan yang tak terukur. Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Bila malam pertama Ramadhan tiba, syetan-syetan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tidak satupun yang dibuka, pintu-pintu syurga dibuka dan tidak satupun yang ditutup. Di saat itu terdengar seruan: “wahai perindu kebaikan! Hadir dan datanglah!, wahai pencinta kejahatan! Pergi dan menjauhlah!” (HR. Ibnu Majah no. 1646 disahihkan oleh al-Bani).
Saudaraku!
Di persinggahan ini kita diajak membuka mata dan hati, meilhat di sekeliling kita, ternyata kita hidup tidak sendiri.  Begitu banyak saudara-saudara kita yang perlu untuk dibantu dan ditolong untuk memaknai hidup agar lebih berarti. Di persinggahan ini kita dianjurkan untuk banyak berbagi, berbelas kasih bersama kaum fakir dan miskin walaupun hanya dengan seteguk air dan sepotong kue. Percayalah sobatku! Di persinggahan ini kita mampu menyelami lautan makna sabda Rasulullah : “Perumpamaan orang-orang beriman dalam rasa cinta, tolong menolong, kasih sayang di antara mereka ibarat satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh tersebut merasa sakit maka bagian yang lain juga merasakan sakit tersebut sehingga tak dapat tidur dan mengalami demam” (HR. Muslim no. 6751)
Bayangkanlah wahai saudaraku! Kalau seandainya si fakir yang terus menerus menahan perih kelaparan, si miskin yang serba kekurangan, si yatim yang merindukan belaian kasih sayang ayah dan ibu, si janda yang butuh perlindungan seorang suami, itu adalah diri kita, kita berada dalam posisi mereka, sungguh hati ini begitu gembira tak kala ada  sesama yang peduli dan berbagi. Wajarlah, jika baginda Nabi berubah menjadi orang yang paling dermawan di persinggahan ini.
Saudaraku!
Persinggahan ini juga mengajarkan kepada kita bahwa kita harus berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan itu begitu jelas nyata di persinggahan ini, semuanya tiba-tiba berubah. Pola makan minum, gaya hidup, bahkan kwalitas ketaatan kepada Allah juga mengalami perubahan yang sangat drastis.  Pola hidup yang serba glamour dapat dirubah menjadi hidup lebih sederhana, sifat ketamakan dan kerakusan dapat dirubah menjadi kesyukuran dengan sifat qona’ah (merasa cukup dengan apa yang diberikan oleh Allah). Sifat keangkuhan dapat dirubah dengan sifat tawadhu’ dan rendah diri. Jauh dari tuntunan agama dapat dirubah menjadi ketaatan walaupun setahap demi setahap.
Tidak ada yang mustahil bagi Allah saudaraku!, semuanya dapat dirubah dengan idzin dan taufik-Nya. Tinggallah kita mau memanfaatkan momentum perubahan ini atau tidak. Hidup  akan lebih indah dan bermakna kalau disertai tekad untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Saudaraku!
Ketahuilah, bahwa persinggahan ini hanya berbilang hari, persinggahan ini hanya sebentar dibandingkan perjalanan setahun, hanya sesaat dibandingkan usia yang diberikan oleh Allah kepada kita. Entah, kita tidak dapat memastikan, apakah tahun depan kita dapat sampai lagi di persinggahan ini atau tidak?. Cuma Allah Yang Maha Tahu.
Benar, wahai saudaraku! persinggahan ini adalah persinggahan Ramadhan, bulan mulia penuh berkah, ampunan dan rahmat.
Ya Allah sampaikanlah kami untuk merasakan nikmatnya karunia Ramadhan, kuatkanlah kami untuk dapat melaksanakan tuntunan-Mu di bulan yang engkau ridhai ini.
Ya Allah jadikanlah bulan ini menjadi persinggahan kami yang paling berarti, jangan Engkau jadikan kami menjadi orang yang lalai di detik-detik mulia nan berharga ini. Amin.
Awal Sya’ban 1430 H.
Ahdy al-Makassary
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Sabtu, 12 Mei 2012

Bersikap Santun kepada Fir'aun

Siapa yang tidak kenal Fir'aun?, sosok manusia yang namanya diabadikan oleh Allah berkali-kali dalam al-Qur'an  melebihi penyebutan nama dan kisah sebagian dari pada Nabi dan Rasul-Nya. Bukan karena prestasi ketaatan dan ketundukan, tapi karena sederet kisah kesombongan, keangkuhan, kebengisan dan hal-hal keji yang lain yang sulit untuk dirangkai dengan kata-kata sederhana.
Dengan segala kesombongan ia memproklamirkan dirinya adalah tuhan yang patut  disembah, seraya menafikan Rab Yang Maha Mulia. "Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagi kalian selain aku" (al-Qashash: 38) . Sebagai penguasa, ia mengklaim bahwa Mesir dan seluruh kekayaannya berada dan tunduk dalam kekuasaanya. "Dan Fir'aun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: "Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku, maka apakah kalian tidak melihatnya?" (al-Zukhruf: 51). Bahkan dengan segala kekuatan yang dimilikinya, diktator nomor wahid ini melarang seseorang untuk berpaling darinya dan beriman  kepada Allah Yang Haq kecuali dengan izinnya yang disertai dengan ancaman-ancaman yang menakutkan. "Berkata Fir'aun: "Apakah kalian telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepada kalian…… Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan bersilang secara bertimbal balik dan aku akan menyalib kalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kalian akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksaanya" (Thaha: 71). Di ayat yang lain, "Fir'aun berkata: "Sungguh jika kamu menyembah selain aku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan" (al-Syu'araa: 29).
Lebih dari itu, terkadang dengan santainya ia melecehkan uluhiyah dan rububiyah al-Khaliq Yang Maha Tinggi dan Agung. "Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, bangunkanlah untukku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu.  (Yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sungguh aku menyangka ia adalah seorang pendusta" (al-Mu'min: 36-37). Tentu Fir'aun tidak sedang serius ketika mengucapkan kalimat ini, karena Haman (sang mentri) pasti tidak mampu mengerjakan proyek bualan ini, tetapi ia ingin melecehkan Allah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Agung. Na'udzu billah min dzalik.
Kalau kapada Allah Ta'ala saja dengan mudahnya ia lecehkan, maka apalagi hanya dengan utusan-Nya (Musa 'Alaihissalam). "Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak mampu menjelaskan (perkataannya)" (al-Zukhruf: 52). Bahkan, terkadang ia menampakkan rasa iba dan simpati kepada rakyatnya untuk mencari pembenaran untuk menghukum bahkan membunuh Musa 'Alaihissalam yang dianggapnya sebagai pembangkang dan penghalang kekuasaannya. "Dan berkata Fir'aun: "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agama kalian dan menimbulkan kerusakan di muka bumi" (al-Mu'min: 26).
Inilah secuil dari deretan kisah kedurhakaan Fir'aun yang berulang-ulang disebutkan di dalam berbagai surah dalam al-Qur'an. Maka sangatlah amat wajar jika segala umpatan dan cacian kasar dialamatkan kepadanya.
Tetapi manhaj Ilahi tetaplah manhaj yang tetap kekal dan segar tanpa harus mengalami pergeseran makna. Manhaj yang mengajarkan kepada kita keluhuran budi pekerti, sopan santun dalam berbuat, berprilaku dan berkata-kata. Manhaj ini bukanlah sekedar untaian kata-kata indah, bukan teori yang muluk-muluk, melainkan manhaj yang harus diterjemahkan secara nyata dalam lapangan kehidupan. Ia harus menjadi warna yang cerah di tengah warna-warni yang kelam. Ia adalah  manhaj yang sangat berpihak dan paling memahami fitrah kemanusiaan di tengah-tengah carut marutnya qanun wadh'iy (aturan manusia) yang konon katanya paling faham arti hak asasi manusia dengan segala embel-embelnya.
Tetapi, dengan segala keburukan track record yang dimiliki oleh Fir'aun, Allah mengutus kepadanya Nabi Musa dan Harun 'Alaihimassalam untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah dengan penuh kesantunan, kearifan dan kelembutan tanpa harus mengikis mabda'  (prinsip dasar) yang diyakini kebenarannya. Allah Ta'ala berfirman : "Pergilah kalian berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut" (Thaha: 43-44). Dalam ayat yang lain, "Pergilah kamu kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Dan katakanlah : "Adakah keinginan pada dirimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)"  (al-Nazi'at: 17-18).
Inilah manhaj al-Rifq, manhaj yang mengajarkan kepada kita bersikap santun dalam berbuat dan berkata-kata. Bersikap santun dengan mengedepankan akhlaq mulia. Bersikap santun dalam mencarikan solusi yang terbaik dan termudah. Bersikap santun dalam memahami tabiat dan karakter orang lain. Begitulah ruang lingkup makna al-rifq seperti yang dikemukakan penulis kamus Mukhtar al-Shihah.
Dalam sirah Sang Panutan Shallallahu'alaihi wasallam, betapa terasa manhaj ini hadir dan terus mengalir dalam berbagai kondisi dan obyek dakwah. Betapa tidak, beliau menjadi penengah yang bijak takkala seorang arab badui (yang memang bertabiat kasar) kencing di salah satu pojok mesjid tanpa merasa bersalah. Beliau menjadi guru yang sangat santun ketika mengajarkan sahabat Muawiyah ibn Hakam yang terjatuh dalam kesalahan –yaitu berbicara- ketika sholat telah dilakukan. Bahkan, kepada pemuda yang datang meminta izin kepadanya untuk berzina, Beliau manjadi pendengar yang baik dan santun sekaligus memberikan solusi logis yang tak terbantahkan. Bahkan suatu ketika, beliau menceritakan kisah seorang wanita yang diazab oleh Allah karena menyiksa dan tidak bersikap santun  kepada seekor kucing.
Sunguh tepat kalau Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Hendaklah engkau bersikap lembut dan hindarilah bersikap keras dan kasar, karena tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali akan menambah indah sesuatu itu, dan tidaklah (kelembutan) itu dicabut dari sesuatu kecuali akan menambah jelek sesuatu itu" (HR. Muslim). Dalam sabdanya yang lain Beliau berkata: "Barang siapa yang tidak memiliki kelembutan maka ia diharamkan dari seluruh kebaikan" (HR. Muslim). Teori dan aplikasi kesantunan yang luar biasa yang wajib dicontoh oleh setiap muslim.
Dalam dunia dakwah, betapa setiap da'i sangat membutuhkan kehadiran al-rifq dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Ia membutuhkannya ketika ia berhadapan dengan orang tua, muda bahkan kepada anak kecil,  kepada pendosa apalagi kalau memang  sudah taat, hatta kepada siapapun, karena manusia tetaplah manusia, sebejat apapun ia masih memiliki perasaan yang bertemu dalam satu titik, semua ingin diperlakukan secara santun, bukan dengan sikap kasar apalagi sampai mencaci dan mengumpat.
Kiranya, wejangan Sufyan al-Tsauri Rahimahullah patut untuk dijadikan pijakan, beliau berkata: "Seseorang tidak pantas untuk beramar ma'ruf nahi munkar kecuali jika telah memenuhi tiga karakteristik, bersikap lembut terhadap apa yang  ia serukan dan ia larang, bersikap adil terhadap yang ia serukan dan ia larang dan berilmu terhadap yang ia serukan dan ia larang". Allah Ta'ala berfirman: "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka" (al-Imran: 159). Wallahua'lam.
 oleh: Ahmad Hanafi
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Memilih dan Dipilih Oleh: Ahmad Hanafi

Kalau mau direnungkan secara mendalam, kita akan sampai pada sebuah kesimpulan  sederhana, bahwa salah satu aktifitas yang paling sering kita lakukan dalam hidup ini adalah memilih. Memilih salah satu dari dua alternatif atau mungkin lebih. Mulai dari hal yang terkecil sampai hal-hal yang ruwet, ternyata kita diperhadapkan dengan kenyataan, bahwa kita harus memilih.

Ketika sepasang suami istri dikaruniai seorang anak, maka keduanyapun akan sibuk memilih nama yang terbaik untuk sang buah hati. Ketika masuk usia sekolah maka proses memilih akan berlanjut ke sekolah mana yang paling baik untuk menjadi rumah kedua bagi sang anak. Ketika berusia dewasa dan telah mampu menikah maka pilihan berumahtangga akan menjadikan sang anak menjalani proses memilih calon pendamping hidup, sampai mungkin melakukan sholat istikharah berkali-kali, sebelum menentukan pilihan. Walakhir, sebagian di antara kita terutama mereka yang berada di penghujung usia, bahkan telah memilih tempat di mana ia akan dikuburkan ketika ajal telah menjemput. Makan, tempat tinggal, kendaraan, pakaian dan segala atribut kehidupan, semuanya tidak lepas dari sebuah proses memilih. Maka tidak salah, jika ada yang berkata bahwa hidup ini adalah sebuah proses memilih dan dipilih.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengajarkan sekaligus mencontohkan bagaimana cara memilih, memilih nama untuk anak, memilih calon suami atau istri, memilih imam dalam sholat berjama’ah, memilih pemimpin, bahkan memilih satu yang terbaik dari dua alternatif. Di dalam hadits dijelaskan:
 “Apabila Rasulullah diperhadapkan kepada dua pilihan, maka beliau akan memilih yang termudah dari keduanya, selama ia bukan sebuah dosa, kalau ia adalah dosa maka beliau adalah orang yang paling menjauhi perkara itu” (HR. Muslim)

Allah Ta’ala pun ternyata memiliki hak mutlak untuk memilih diantara makhluk ciptaan-Nya untuk diberikan keutamaan dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain. Allah berfirman, yang artinya:
“ Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa  apa yang Dia kehendaki (al-Qashash: 68)
Masjidil Haram di Mekkah, masjid Nabawi di Madinah, masjid al-Aqsha di Palestina, adalah di antara tempat-tempat yang mulia yang telah dipilih oleh Allah. Waktu sepertiga malam terakhir, hari Jum’at, bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah waktu-waktu yang dipilih dan ditetapkan oleh Allah menjadi waktu yang memiliki keutamaan khusus yang tidak dimiliki oleh waktu-waktu yang lain. Bahkan antara satu amalan dengan amalan yang lainpun dibedakan oleh Allah Ta’ala. Dalam hadits Qudsi dijelaskan bahwa ibadah puasa memiliki keutamaan yang tidak dimiliki oleh amalan dan ibadah ibadah yang lain, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya:
“Setiap amalan anak adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu amalan kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya antara sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kebaikan. Allah Azza wa Jalla berkata: “Kecuali ibadah puasa, karena sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku pun yang akan menentukan besarnya pahala (puasa) itu” (HR. Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih kita menjadi salah satu dari sekian banyak makhluk ciptaan-Nya, kemudian ia telah memilih kita untuk menjadi seorang manusia, lantas menjadikan kita seorang yang berislam dan beriman, memilih kita menjadi pengikut Nabi dan agama pilihan. Sebuah nikmat agung yang patut untuk selalu diingat dan disyukuri. Alhamdulillah, Allah Ta’ala tidak menjadikan kita makhluk dalam bentuk yang lain, yang terkadang harus berada dalam posisi yang terhina dan terpinggirkan. Menjadi seorang manusia saja, adalah nikmat pilihan yang luar biasa, Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.(al-Isra’: 70)

Kian sempurna pilihan tersebut, takkala Allah Ta’ala memilih kita menjadi pengikut Nabi pilihan dan satu-satunya agama pilihan akhir zaman, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Barang siapa yang mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi”. (al-Maidah: 85)
Menjadi manusia pilihan, bukan hanya sekedar nikmat yang patut disyukuri, tapi sekaligus ia mengandung konsekwensi dan tanggung jawab yang sangat besar, yang sekaligus menjadi proses seleksi apakah ia benar-benar pilihan atau hanya sekedar menyandang gelar tanpa prestasi yang diinginkan oleh al-Khaliq Jalla wa ‘Ala.

Seorang muslim ketika ia menyadari nikmat pemilihan tersebut, seharusnya melahirkan sebuah kesiapan rohani dan jasmani, fisik dan mental untuk diatur dan digembleng dalam aturan dan norma-norma pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia tidak ragu untuk mendermakan hidupnya untuk di jalan Allah. Ia siap untuk beraqidah, beribadah dan bermuamalah serta berakhlaq sesuai dengan tuntunan sosok teladan manusia pilihan, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Semua sendi-sendi kehidupannya tershibgah (terwarnai) oleh nilai-nilai Ilahiyah murni nan luhur. Ia tidak pernah malu untuk memproklamirkan dirinya bahwa ia adalah seorang Islam yang memiliki izzah dengan agama pilihannya. Ia akan bersikap tegas terhadap segala hal yang dapat menodai kesucian agama pilihan. Semboyan hidupnya adalah “Sesunggunhya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya ku persembahkan kepada Rabb alam semesta”. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan satu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. (al-Ahzab: 36)
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Karena Hidup Harus Berubah Oleh : Ahmad Hanafi

Allah Ta’ala berfirman:
ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد
“Wahai orang-orang  beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok” (QS. al-Hasyr: 18)
Hidup adalah perubahan dan perubahan adalah sebuah keniscayaan. Setiap yang lahir akan mengalami perubahan mulai dari bentuk fisik, kemampuan akal, sikap dan perilaku. Semuanya akan berubah seiring dengan pergeseran waktu dan peralihan zaman. Bahkan makhluk lain disekeliling kitapun mengalami hal yang sama. Dengan izin dan kehendak Allah, binatang buas saja bisa berubah menjadi jinak, gunung yang kokoh yang dijadikan oleh Allah sebagai pasak untuk bumi, bisa bergetar, berguncang dengan hebat. Air laut yang terlihat tenang bisa berubah seketika menjadi ombak yang besar. Gempa yang terjadi di mana-mana tanpa dapat diprediksi sebelumnya, hatta oleh kekuatan tekhnologi tercanggih sekalipun, adalah bukti yang mengharuskan kita untuk mengimani sebuah perubahan.
Bagi kita seorang muslim, keimanan adalah sebuah bukti nyata akan perubahan itu sendiri. Iman yang didefinisikan sebagai keyakinan yang mendalam di hati, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan lewat amal nyata, ternyata juga mengalami perubahan. Ia akan bertambah dengan ketaatan dan akan mengalami kemunduran dan pengurangan seiring dengan banyaknya kemaksiatan yang dilakukan. Maka mengutip sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tak kala beliau menggambarkan fenomena fitnah akhir zaman, beliau berkata: “Seseorang (pada saat itu) di kala pagi masih beriman namun di sore hari ia telah berubah menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan (harga) dunia yang tak pantas” (HR. Muslim No. 118 ), semakin mengantarkan kita kepada haqqul yaqin akan keniscayaan sebuah perubahan itu.
Permasalahannya, apakah kita mau berubah atau tidak? Dan kalaupun kita berubah ke mana arah perubahan itu sendiri, apakah ke hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk dunia dan akhirat kita, atau justru sebaliknya?. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum hingga kaum itu sendiri yang merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Al-Ra'ad: 11)
Konteks perubahan dalam ayat ini difahami dari dua sisi, yang pertama: Perubahan tersebut mutlak berada dalam aturan takdir Ilahiyah, ia tidak dapat dipisahkan dari kehendak Yang Maha Kuasa. Kedua: Bahwa perubahan itu juga bergantung kepada ikhtiar seorang hamba, ia berani bersikap dan memutuskan untuk merubah dirinya atau tidak?. Dari sini, kita bisa memahami kekeliruan sebagian di antara kita dalam menyikapi sikap “pasrah/tawakkal” terhadap ketentuan dan takdir Allah Ta’ala.  Sejatinya, sikap pasrah dan tawakkal adalah sebuah marhalah (jenjang) di mana seorang hamba telah melakukan berbagai ikhtiar yang dibenarkan menurut syariat atau akal sehat dalam mencapai sebuah tujuan.
Risalah Islam adalah risalah pembawa  misi perubahan, dalam sisi ubudiyah Islam mengantarkan pengikutnya untuk tunduk dan taat secara kaffah kepada Allah Ta’ala, seperti ucapan panglima Rib’i Ibn ‘Amir takkala ia berkata dengan lantang di hadapan Raja “Kami datang untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama hamba menuju penghambaan kepada Rab para hamba”. Tak kala hebatnya dari sisi akhlaq, Islam membawa pencerahan terhadap sikap dan perilaku jahiliyah dengan tatanan akhlaq mulia yang menempatkan seorang manusia pada derajat kemanusiaannya yang hakiki. Terbukti, bagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam Sang Tauladan mampu merubah karakter para pengikutnya menjadi manusia-manusia pilihan yang setiap dari mereka memiliki keunggulan dan karakter yang membawa perubahan dalam perjalanan kehidupan manusia, mereka adalah para sahabat agen-agen perubahan yang setia untuk mengawal dan menjadi saksi setiap detik-detik perubahan hingga mencapai puncak kesempurnaannya.
Maka mengapa kita sungkan untuk berubah ke arah yang lebih baik? Bukankah kita selalu bernafsu untuk merubah status ekonomi kita ke taraf yang lebih dari yang sebelumnya?, setiap peluang kita sambar dengan cepat demi untuk memuaskan syahwat maliyah (harta) kita?. Sebagaimana Sabda nabi Shallallahu’alaihi wasallam: “Kalau seandainya seorang anak adam memiliki emas seluas satu lembah, niscaya ia menginginkan lembah yang kedua” (HR. Muslim No. 1084). Mengapa semangat ini kita tidak tularkan pada sisi-sisi lain yang jauh lebih penting dan bernilai dari pada harta?.  Mengapa kita tak mengambil ibroh dari kisah taubatnya seorang pembunuh yang telah membunuh 100 jiwa manusia, tetapi semangat dan keinginan untuk berubah mengantarkannya kepada husnul khatimah, menjadi manusia tauladan yang kisahnya dibaca oleh generasi sesudahnya  (lih. HR. al-Bukhori No. 3283 & Muslim No. 2766).
Suasana Imaniyah kita seharusnya terus terjaga untuk selalu hidup, meskipun kita sadari tak sedikit rintangan yang harus dihadapi hingga terkadang mengalami penurunan, tapi itu sebuah kewajaran. Yang tidak wajar adalah, membiarkannya terus menerus terkikis tanpa ada ikhtiar untuk melakukan upaya ishlah (perbaikan). Karena hidup harus berubah, maka tidak ada kata terlambat untuk mulai berbenah dari sekarang. Wallahu Ta’ala A’lam.

StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook

Nasehat seorang guru kepada muridnya, saat akan mengajarkan bab Tauhid

Muridku yang kucintai, sebelum kita memulai kajian ini, perhatikanlah apa yang ingin aku wasiatkan.

Tulis, hafalkan dan amalkanlah pelajaran ini.

Inilah pelajaran yang sangat penting. Karena untuk memperjuangkan aqidah inilah para Nabi dan Rasul diutus Allah. Perjuangan yang telah dilanjutkan oleh seluruh pejuang Islam sepanjang masa. Semoga aku dan engkau termasuk di dalamnya. Karena Aqidah inilah mereka dimusuhi, diusir dan diperangi. Karena aqidah inilah mereka akan dikumpulkan di syurga kelak. Semoga aku dan engkau pula termasuk di dalamnya.

Jangan pernah kau gadaikan aqidahmu dengan apapun. Apalagi hanya dengan sekeping dunia yang hina. Jangan pernah lupakan bahwa asasmu bergerak adalah Islam. Hanya Islam. Tidak pernah yang lain.

Dengan kajian ini aku berharap, engkau memahami siapa kawanmu. Siapa lawanmu. Siapa yang harus kau cintai. Siapa yang harus kau jauhi.

Dengan kajian ini aku berharap, engkau memahami bahwa tugas kita di dunia ini hanyalah beribadah. Kita tidak disuruh selain beribadah. Ibadah yang berarti engkau menyembah Allah dengan ta'at, tunduk, patuh, pasrah kepada ketentuan Allah. Karena itu perhatikanlah niat ibadahmu. Berharaplah hanya kepada rahmat-Nya saat engkau beribadah, seperti halnya engkau takut dan cinta hanya kepada-Nya. Tidak selain kepada Allah.

Untuk itu dengan kajian ini aku berharap, engkau tidak memiliki ambisi apapun saat hidup di dunia ini, selain ambisi untuk mendapatkan rahmat dan cinta Nya, serta terlepas dari kebencian-Nya.

Muridku yang kucintai. Sungguh kemenangan perjuangan kita tidak ditentukan oleh akal dan usaha kita. Kemenangan da'wah ini hanya ditentukan dengan turunnya cinta Allah kepada kita. Karena itu baguskanlah ibadahmu, agar Allah mencintaimu. Ikutilah sunnah Nabimu, agar engkau mudah dan benar dalam ber'ibadah.

Muridku, jika engkau memahami yang aku ucapkan, legalah dadaku. Karena itu berarti aku telah sampaikan apa yang para Rasul dan Anbiyaa sampaikan.

Semoga Allah kumpulkan kita bersama nanti di syurga. Bersama dengan Nabi kita yang Mulia. Muhammad shallaLlahu 'alayhi wa sallam. Kita akan duduk bersama dengan beliau di samping telaga al-haudh. Meminum air dari telaga tersebut. Air telaga yang lebih putih daripada susu. Lebih manis daripada madu. Siapa yang meminumnya tidak akan haus lagi selama-lamanya. Dan saat itulah kita baru beristirahat.

Amin.

(Mengenang guru-guruku yang mengajarkan aqidah. Semoga Allah melindungi mereka semua. Mengokohkan keimanan mereka. Mengumpulkan kita dalam barisan pejuang aqidah, di dunia dan akhirat. Seakan-akan merekalah yang telah mengucapkan wasiat ini kepadaku.)

Komunitas Era Muslim (KEM),26 Mei 2011.
StumpleUpon DiggIt! Del.icio.us Blinklist Yahoo Furl Technorati Simpy Spurl Reddit Google Twitter FaceBook