Manhaj
salaf adalah sebuah manhaj yang diwariskan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam dan generasi terbaik ummat ini. Manhaj yang kamil (paripurna dan sempurna), syamil (universal), shafi (jernih) bersumber dari kitabullah dan sunnah Rasulullah dan Ijma’ ummat ini.
Manhaj
salaf, bukanlah milik individu, jama’ah, yayasan dan organisasi
tertentu. Ia adalah manhaj yang hidup dalam kehidupan sahabat Abu Bakar,
Umar, Utsman dan Ali. Manhaj yang difahami dan ditumbuh suburkan oleh
Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud –Radhiyallahu’anhum-. Manhaj yang
karenanya sahabat Hamzah dan Mus’ab serta keluarga Yasir rela
mengorbankan hidupnya, syahid di jalan Allah. Manhaj yang diwarisi oleh
Sufyan al-Tsauri, Umar ibn Abd. Azis, Hasan al-Basri dan Annakha’i.
Manhaj yang mewarnai pokok-pokok pikiran dan amalan Imam Abu Hanifah,
Malik, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal. Manhaj yang ditorehkan dengan tinta
pena oleh Ibn Jarir, Ibn Katsir, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud. Dan
masih banyak lagi, orang-orang terbaik dan terdepan di setiap lintasan
waktu dan tempat.
Manhaj yang telah “pasti’ diridhai oleh Allah dan dipersaksikan oleh Nabi-Nya -Shallallahu ‘alaihi wasallam-:
وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ
فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan
yang besar”. (QS. al-Taubah: 100)
عن عمران بن حصين رضي الله عنهما يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( خير أمتي قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم( قال عمران فلا أدري أذكر بعد قرنه قرنين أو ثلاثا) متفق عليه
Artinya:
Dari Imran Ibn Hasin –Radhiyallahu’anhuma- beliau berkata: Rasulullah
–Shallallahu’alaihi wasallam- bersabda: “Sebaik-baik ummatku adalah
masaku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang
setelah mereka”. Imran berkata: Aku tidak mengingat apakah aku menyebut
dua atau tiga masa setelah masa beliau. (Muttafaqun’alaihi)
Manhaj
yang mampu mengantarkan seorang hamba untuk memahami posisinya sebagai
hamba Allah dan sebagai khalifah di muka bumi ini. Hamba Allah yang
telah berikrar dengan hati, lisan dan amalnya untuk senantiasa berada di
jalan-Nya –sabilullah-. Berakidah tanpa penyimpangan, beribadah dan bermuamalah tanpa penyelewengan. Hidupnya lillah dan fillah (untuk Allah dan di atas jalan-Nya).
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. al-An’am: 162).
Pengikut
manhaj salaf (baca: salafi), adalah seseorang yang berusaha untuk
memurnikan ubudiyahnya hanya kepada Allah, dengan penuh keikhlasan dan
ketaatan (ittiba’). Memahami hakikat tauhid, menjaga dirinya dari
kesyirikan dan penyimpangan dari ajaran tauhid yang luhur. Ia sangat
tahu bagaimana melahirkan nilai-nilai tauhid dalam kesehariannya. Ia
tidak pernah ragu dalam ikhtiarnya, bahwa semuanya telah ditentukan oleh
Allah. Apa yang ditakdirkan untuknya, sedikitpun tak akan pernah
meleset. Dan apa yang tidak ditakdirkan, tidak akan sampai kepada
dirinya walau sejuta usaha yang ia lakukan. Keridhoaanya karena Allah,
kecintaannya karena Allah, dan kalaupun ia harus membenci, maka
kebenciannya pun karena Allah.
Pengikut
manhaj salaf, adalah seseorang yang berusaha mewarnai kehidupannya
dengan adab dan akhlak yang mulia. Ia tidak hidup dalam dunianya sendiri
(ekslusif), tidak hanya ramah dalam komunitasnya sendiri. Ia sangat
tahu, bahwa manhaj ini harus ditularkan dan dicairkan dalam setiap ruang
dan sudut kehidupan. Kepada yang tua, ia menjadi sosok yang hormat dan
berbakti. Kepada si kecil, ia menjadi panutan yang diteladani. Kepada
masyarakat, ia menjadi anggota yang berdedikasi tinggi, tanpa pembatas,
mengayomi dan memahami kehidupan sekitar. Ia merindukan aturan
bermasyarakat dan sistem pemerintahan yang bersendikan ajaran Islam. Ia
berdakwah dan berjuang untuk tegaknya “kalimatullah” di bumi Allah.
Lantas mengapa saat ini, sebagian orang-orang di sekitar kita merasa “alergi”, “risih” bahkan “takut” (baca: phobia) dengan orang-orang yang “mendeklarasikan” dirinya sebagai seorang “salafi”?.
Apa yang salah? Manhajnyakah yang salah atau personnya?. Mengapa
setiap disebut kata “salafi” yang tergambar adalah sosok yang mudah
menyalahkan, dan membid’ahkan orang yang berselisih dengannya?. Yang
hanya membatasi diri dengan kajian ustadz si fulan dan si fulan. Hanya
membaca kitab dan fatwa ulama ahlussunnah tertentu. Jauh dari sikap
tawadhu dan penghargaan terhadap orang lain. Alih-alih menjadi orang
yang berada di tengah dengan sikap washatiyahnya, justru ia
terpinggirkan dan terisolasi, hanya pada komunitas dan jama’ah tertentu.
Jalan-jalan, tempat keramaian, sarana pendidikan, sarana kesehatan,
sarana bisnis, sarana media dan informasi masih jauh dari warna yang
pernah eksis dan dirindukan oleh para guru dan panutan kaum salaf.
Kalau seseorang zuhud yang gemar mentazkiyah dirinya dari penyakit hati dan sifat tercela, berburuk sangka kepada sesama, dikatakan sebagai “sufi”. Maka biarlah, dalam hal ini saya menjadi sufi dan bukan salafi.
Kalau seseorang yang gemar berdakwah fardiyah yang selalu “risau’’
dengan keadaan ummat yang jauh dari masjid dan amalan-amalan sunnah
lainnya, mengajak pelaku maksiat untuk tobat dan berubah kea rah yang
“sedikit” lebih baik dikatakan sebagai “tablighi”, maka biarlah saya dicap sebagai tablighi dan bukan seorang salafi.
Kalau
seseorang yang rindu akan tegaknya syariat Islam di tengah-tengah
kehidupan bermasyarakat, mengembalikan sistem bernegara ke pangkuan
khilafah dituduh sebagai seorang “tahriri” maka biarlah saya berada dalam posisi seorang tahriri dan bukan seorang salafi.
Kalau
seseorang yang kerap berusaha menasehati pemerintah, mengungkap dan
menjelaskan penyimpangan pemerintah berkuasa, memilih jalan menerima
tawaran masuk ke dalam shaf pemberi kebijakan untuk bermar ma’ruf nahi mungkar dikatakan sebagai seorang “ikhwani”. Maka biarlah saya menjadi seorang ikhwani dan bukan salafi.
Kalau
seseorang yang berusaha menawarkan manhaj salaf dengan cara yang lebih
modern, lebih humanis, lebih membumi, lebih menyentuh kepada hajat
hidup orang banyak, dituduh sebagai seorang “sururi” . Maka biarlah saya menjadi seorang sururi murni dan bukan salafi.
Maaf, (kalau begitu) saya bukan “salafi”, karena saya yakin bahwa soko guru kaum salaf tidak pernah mengajarkan bahwa manhaj ini adalah kavling dan milik seseorang, jama’ah dan gerakan tertentu. والله أعلم بالصواب