Ada 1.000.000 pembaca Rss Feed sudah bergabung, Sudahkah anda?

Berbagi Kebaikan Untuk Kemaslahatan Ummat

Sabtu, 12 Mei 2012

Maaf, (kalau begitu) saya bukan “Salafi”

Manhaj salaf adalah sebuah manhaj yang diwariskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan generasi terbaik ummat ini. Manhaj yang kamil (paripurna dan sempurna), syamil (universal), shafi (jernih) bersumber dari kitabullah dan sunnah Rasulullah dan Ijma’ ummat ini.
Manhaj salaf, bukanlah milik individu, jama’ah, yayasan dan organisasi tertentu. Ia adalah manhaj yang hidup dalam kehidupan sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Manhaj yang difahami dan ditumbuh suburkan oleh Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud –Radhiyallahu’anhum-. Manhaj yang karenanya sahabat Hamzah dan Mus’ab serta keluarga Yasir rela mengorbankan hidupnya, syahid di jalan Allah. Manhaj yang diwarisi oleh Sufyan al-Tsauri, Umar ibn Abd. Azis, Hasan al-Basri dan Annakha’i. Manhaj yang mewarnai pokok-pokok pikiran dan amalan Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal. Manhaj yang ditorehkan dengan tinta pena oleh Ibn Jarir, Ibn Katsir, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud. Dan masih banyak lagi, orang-orang terbaik dan terdepan di setiap lintasan waktu dan tempat.
Manhaj yang telah “pasti’ diridhai oleh Allah dan dipersaksikan oleh Nabi-Nya -Shallallahu ‘alaihi wasallam-:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. al-Taubah: 100)
عن عمران بن حصين رضي الله عنهما يقول : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ( خير أمتي قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم(  قال عمران فلا أدري أذكر بعد قرنه قرنين أو ثلاثا) متفق عليه
Artinya: Dari Imran Ibn Hasin –Radhiyallahu’anhuma- beliau berkata: Rasulullah –Shallallahu’alaihi wasallam- bersabda: “Sebaik-baik ummatku adalah masaku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka”. Imran berkata: Aku tidak mengingat apakah aku menyebut dua atau tiga masa setelah masa beliau. (Muttafaqun’alaihi)
Manhaj yang mampu mengantarkan seorang hamba untuk memahami posisinya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di muka bumi ini. Hamba Allah yang telah berikrar dengan hati, lisan dan amalnya untuk senantiasa berada di jalan-Nya –sabilullah-. Berakidah tanpa penyimpangan, beribadah dan bermuamalah tanpa penyelewengan. Hidupnya lillah dan fillah (untuk Allah dan di atas jalan-Nya).
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. al-An’am: 162).
Pengikut manhaj salaf (baca: salafi), adalah seseorang yang berusaha untuk memurnikan ubudiyahnya hanya kepada Allah, dengan penuh keikhlasan dan ketaatan (ittiba’). Memahami hakikat tauhid, menjaga dirinya dari kesyirikan dan penyimpangan dari ajaran tauhid yang luhur. Ia sangat tahu bagaimana melahirkan nilai-nilai tauhid dalam kesehariannya. Ia tidak pernah ragu dalam ikhtiarnya, bahwa semuanya telah ditentukan oleh Allah. Apa yang ditakdirkan untuknya, sedikitpun tak akan pernah meleset. Dan apa yang tidak ditakdirkan, tidak akan sampai kepada dirinya walau sejuta usaha yang ia lakukan. Keridhoaanya karena Allah, kecintaannya karena Allah, dan kalaupun ia harus membenci, maka kebenciannya pun karena Allah.
Pengikut manhaj salaf, adalah seseorang yang berusaha mewarnai kehidupannya dengan adab dan akhlak yang mulia. Ia tidak hidup dalam dunianya sendiri (ekslusif), tidak hanya ramah dalam komunitasnya sendiri. Ia sangat tahu, bahwa manhaj ini harus ditularkan dan dicairkan dalam setiap ruang dan sudut kehidupan. Kepada yang tua, ia menjadi sosok yang hormat dan berbakti. Kepada si kecil, ia menjadi panutan yang diteladani. Kepada masyarakat, ia menjadi anggota yang berdedikasi tinggi, tanpa pembatas, mengayomi dan memahami kehidupan sekitar. Ia merindukan aturan bermasyarakat dan sistem pemerintahan  yang bersendikan ajaran Islam. Ia berdakwah dan berjuang untuk tegaknya “kalimatullah” di bumi Allah.
Lantas mengapa saat ini, sebagian orang-orang di sekitar kita merasa “alergi”, “risih” bahkan “takut” (baca: phobia) dengan orang-orang yang “mendeklarasikan” dirinya sebagai seorang “salafi”?. Apa yang salah? Manhajnyakah yang salah atau personnya?. Mengapa setiap disebut kata “salafi” yang tergambar adalah sosok yang mudah menyalahkan, dan membid’ahkan orang yang berselisih dengannya?. Yang hanya membatasi diri dengan kajian ustadz si fulan dan si fulan. Hanya membaca kitab dan fatwa ulama ahlussunnah tertentu. Jauh dari sikap tawadhu dan penghargaan terhadap orang lain. Alih-alih menjadi orang yang berada di tengah dengan sikap washatiyahnya, justru ia terpinggirkan dan terisolasi, hanya pada komunitas dan jama’ah tertentu. Jalan-jalan, tempat keramaian, sarana pendidikan, sarana kesehatan,  sarana bisnis, sarana media dan informasi masih jauh dari warna yang pernah eksis dan dirindukan oleh para guru dan panutan kaum salaf.
Kalau seseorang zuhud yang gemar mentazkiyah dirinya dari penyakit hati dan sifat tercela, berburuk sangka kepada sesama, dikatakan sebagai “sufi”. Maka biarlah, dalam hal ini saya menjadi sufi dan bukan salafi.
Kalau seseorang yang gemar berdakwah fardiyah yang selalu “risau’’ dengan keadaan ummat yang jauh dari masjid dan amalan-amalan sunnah lainnya, mengajak pelaku maksiat untuk tobat dan berubah kea rah yang “sedikit” lebih baik dikatakan sebagai “tablighi”, maka biarlah saya dicap sebagai tablighi dan bukan seorang salafi.
Kalau seseorang yang rindu akan tegaknya syariat Islam di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, mengembalikan sistem bernegara ke pangkuan khilafah  dituduh sebagai seorang “tahriri” maka biarlah saya berada dalam posisi seorang tahriri dan bukan seorang salafi.
Kalau seseorang yang kerap berusaha menasehati pemerintah, mengungkap dan menjelaskan penyimpangan pemerintah berkuasa, memilih jalan menerima tawaran masuk ke dalam shaf  pemberi kebijakan untuk bermar ma’ruf nahi mungkar dikatakan sebagai seorang “ikhwani”. Maka biarlah saya menjadi seorang ikhwani dan bukan salafi.
Kalau seseorang yang berusaha menawarkan manhaj salaf dengan cara yang lebih modern, lebih humanis, lebih membumi, lebih menyentuh kepada hajat hidup orang banyak, dituduh sebagai seorang “sururi” . Maka biarlah saya menjadi seorang sururi murni dan bukan salafi.
Maaf, (kalau begitu) saya bukan “salafi”, karena saya yakin bahwa soko guru kaum salaf tidak pernah mengajarkan bahwa manhaj ini adalah kavling dan milik seseorang, jama’ah dan gerakan tertentu. والله أعلم بالصواب